Telah dibaca oleh: 65426 orang.Pandapek/anjuran Urang Pandai
Dikarang oleh : Prof. Dr. H. Azwar Agoes, SpFK(K)
Azwar
Berita di Hr Kompas 27 September 2006 menyebutkan, balita bergizi buruk di Indonesia mencapai 2.3 juta. Setelah dibagi rata per provinsi, maka Sumatera Barat akan kebagian lk 62.727 balita (jumlah seluruh balita 786.000).
Sedangkan balita yang Kurang Gizi th. 2005 di Sumbar mencapai 30.43 % atau 239.179 (Sumbar melebihi angka nasional yang hanya 28.04 %, Jabar 20 %, Jogya 15.05 %.)
Dengan demikian pada tahun 2030, ketika si Upiak memasuki usia kerja, maka di Sumbar akan ada sekitar 60.000 sd. 239.179, atau 10% sd 30 % dari angkatan kerja yang tak mampu bersaing atau berkoloborasi secara intelektual dengan angkatan kerja seusianya di forum nasional, apalagi di rantau tanah Pasundan atau Yogjo.
Diskusi:
Isu ?gizi buruk? yang akan menyebabkan ?lost generation? mulai menonjol di media massa pada masa krisis (1998).
Malnutrisi akan menghantui kehidupan generasi muda angkatan kerja tahun 2020-30, karena perkembangan otak balita awal 2000-an melorot, khususnya asupan makanan berkualitas untuk balita kurang memadai.
Sebenarnya, ketika penulis masih jadi mahasiswa dan melakukan kepaniteraan di RS UGM dan RS Karyadi Semarang, tahun 1959-60 sudah ada kasus malnutrisi yang ketika itu disebut ?kwashiorkor?. Tapi bersifat sporadic, satu dua dalam zal anak isi 60 orang.
Selanjutnya SUSENAS (2000) berdasarkan indicator perbandingan berat badan (BB) dengan umur anak, menunjukkan lk. 8 dari 24 juta balita menderita malnutrisi karena kurang asupan makanan dan infeksi. Malnutrisi akan menghambat pertumbuhan anak baik fisik maupun mental dan pada waktunya akan berpengaruh pada SDM dan perkembangan ekonomi bangsa, kini populer disebut sebagai "kemiskinan". Para ahli menamakan ?masa kegelapan? dan generasi tersebut akan jadi beban masyarakat.
Kemiskinan menjadi penyebab utama karena tidak dapat menyediakan makanan yang berkualitas. Namun minum susu buatan/ botol dapat juga jadi pemicu yang sebenarnya dapat dihindarkan melalui ASI lebih lama.
UNICEF menganjurkan ASI minimal 4-6 bulan untuk baru kemudian diteruskan dengan makanan buatan. Adanya tren modernisasi dan gencarnya iklan susu bayi, diperkirakan bayi bulan pertama dengan ASI 63%, bulan kedua 45%, bulan ke tiga 30%, ke empat 19%, ke lima 12% dan hanya 6% pada bulan ke enam. Dilaporkan juga 200.000 bayi tidak diberi ASI sama sekali, terutama keluarga miskin sehingga meningkatkan malnutrisi, penyakit dan kematian. Ada juga ibu-ibu tidak memberikan ASI karena ?ketidaktahuannya?.
Disamping "malnutrition yang kelihatan" ini (BB rendah, pendek dibanding umur, kurus) terdapat pula ?malnutrisi kelaparan tersembunyi? yang disebabkan kurangnya asupan mikronutrien, seperti zat besi, vitamin A, yodium, kalsium dan zink. Defisiensi zat mikro ini memperlambat pertumbuhan, perkembangan kognitif, dan menurunkan imunitas.
Nasi bubur yang sering diberikan di kampung-kampung tidak mengandung cukup zat mikro tersebut. Ibu-ibu tidak memberikan ASI karena beranggapan mengurangi kecantikan, kesibukan kerja dan pengaruh iklan ASB (Air Susu Buatan). Disinyalir 30% dari bayi 8 juta bayi malnutrisi berasal dari keluarga kelas menengah. Th. 2002 persentase Balita di kepulauan Mentawai lebih bergizi baik dibandingkan dengan balita di kabupaten lainnya di Sumbar. Untuk lebih jelas lihat di menu: Masalah Besar
ANJURAN
Agar pemerintah provinsi Sumatera Barat benar-benar memberikan perhatian terhadap malnutrisi ini. Jangan nanti terjadi ?outbreak? seperti zamannya orde baru, dimana demi mendapatkan penghargaan/ piala pemerintah, kasus-kasus disembunyikan dan akhirnya meledak. 
Kita semua menyadari bahwa Sumbar adalah gudang orang pintar. Tidak kurang 200 orang professor tersebar di seluruh Universitas/ PT di Indonesia. Demikian pula para ulama, cendekiawan lainnya. Budaya ?verbalisme? yaitu kepintaran bersilat lidah atau berdebat di parlemen untuk tahun 2030 akan sirna. Kita mampu untuk kembali ke basis, yaitu kemampuan ?otak? yang analitik dan pragmatis, kalau balita-balita sekarang diberi cukup makanan yang berkualitas dan halal. Selanjutnya bukan tidak mungkin nanti putra Minang pada saat itu dapat menjadi peraih hadiah nobel.
Untuk masa sekarang, diperlukan pencarian balita ?door to door?, mendata dan membuatkan database-nya, sehingga untuk Departemen Gizi Universitas bekerja sama dengan Pemprov merupakan suatu ?Framingham cohort study? yang berkelanjutan.
Jangan sampai ada balita yang disembunyikan, seperti anak angku palo yang takut dicacar zaman dulu, sehingga akhirnya dialah satu-satunya yang kena cacar didaerah itu.
Melalui Bapak Gubernur atau Bupati/Walikota, diadakan Yayasan Pengembangan Tumbuh Kembang, menghimpun dana dari orang yang berkemampuan per nagari, untuk dibuat program sosialisasi ibu-ibu, menghidupkan kembali Posyandu. Memberikan hadiah kepada Kadinkes yang berprestasi dan tentu penelitian apresiasi kemajuan perkembangan balita 3 atau 5 tahunan. Dengan katalain, prestasi seorang kepala Dinas Kesehatan diukur melalui keberhasilannya meningkatkan kualitas Otak manusia. Biarlah penyelenggaraan pelayanan diserahkan ke pasar saja (swasta), atau kalau Pemda mau investasi industri pelayanan kesehatan tentu kurang manusiawi/ mencari uang melalui PAD dari orang yang sedang sakit.
Saya kira anjuran ini belum terlambat. Insya Allah.
|