|
||||||||||||
Telah dibaca oleh: 85335 orang.Paradigma Minang-Kabau untuk pembangunan SumbarDikarang oleh : Abraham Ilyas, admin nagari.or.idDi Bukittinggi setelah kunker selesai rombongan tersebut berbelanja, kalau nggak salah 1 org berbelanja oleh-oleh sekitar Rp. 2-3 jt mulai dari makanan sampai pakaian. Cuma sangat disayangkan sifat masyarakat yang tidak begitu menghargai tamu dari luar (tidak ramah/karengkang) mulai dari BIM sampai ke pasar (pusat perekonomian) untung saya membawa rombongan yang dikawal. Saya mengusulkan kepada Pemda agar perlu ditertibkan premanisme yang ada di
Sumbar atau diberi kursus kepribadian kepada stakeholder yang terlibat dalam
kepariwisataan mulai unsur dari bawah sampai ke atas. (Dikutip dari milis Minangkabau) Tanggapan: Saya orang Minangkabau yang secara administrasi-negara sejak tahun 1961 (sesudah pergolakan daerah) bukan penduduk (warga) Sumbar, ikut serta dalam mailing-list Minang ini karena masih percaya pada petuah moyang yang menyebutkan: nan baiak ditarimo jo mufakat, nan buruak ditulak jo etongan, bajalan samo mairiang, baiyua samo maisi. Lalu kalau bukan penduduk/warga/orang Sumbar, apa urusannya ikut-ikutan tidak menyetujui (ataupun mendukung) kebijaksanaan pembangunan di Sumbar Apapun yang dilakukan oleh pemerintah di Sumbar pasti akan mempengaruhi
sifat, perilaku kamanakan-kamanakan di kampuang (mereka ini, suatu saat akan
datang masanya pindah menjadi orang Indonesia di daerah lainnya, dan orang lain
itu akan menyebut mereka sebagai orang Minang atau orang Padang dan tidak
disebut sebagai orang Sumbar. Jika mengikuti petuah lainnya yang berbunyi rumpuik sahalai alah bamiliak,
tanah sabingkah alah bapunyo, malu nan alun dibagi lai, maka saya masih
memiliki rasa malu apabila kamanakan-kamanakan yang datang dari Sumbar tersebut
bertingkah tidak sesuai dengan adat Minang yang diwariskan moyang kita (apa hal
ini pernah dijumpai Silakan baca scanning berita ini). Contohnya begini: Saya ini atlet dari DKI atau dari Papua bertanding melawan atlet dari Sumbar yang bukan orang Minang pula (4 syaratnya untuk bisa disebut sebagai orang Minang), apakah saya akan bangga seandainya saya kalah bertanding! Dalam mailing list terdahulu saya menyebutkan jenis-jenis pembangunan yang
mungkin tidak akan mendapat dukungan dari orang Minang, yaitu bidang pariwisata
dan bidang industri barang konsumtif. Jauh sebelumnya, pemerintah kolonial Belanda telah mengidentifikasi sifat
semacam ini dan menuliskannya di dalam arsip-arsip peninggalan mereka. Pemerintah Sumatera Barat (kabupaten&provinsi) berupaya mempromosikan kedua bidang tersebut dengan mengeluarkan biaya besar (termasuk SDMnya) untuk mengikuti irama gendang pembangunan model pemerintah Pusat Indonesia. Kedua bidang tersebut dianggap mampu menyediakan/menampung tenaga kerja dan
menghasilkan devisa secara instan serta gampang menarik pajaknya. Kegagalan manajemen pemerintah Soekarno dan Suharto selama ini, ialah mengabaikan sifat budaya lokal, seolah-olah sifat WNI keturunan cina yang pernah dimanjakan penjajah Belanda sama saja dengan orang Minang atau suku Minang sama saja dengan suku lainnya di Indonesia ini. Lalu dengan cara apa yang cocok untuk membangun Sumbar saat ini Tentang masalah besar yang ada, sudah saya tulis dan buatkan animasi
sejelas-jelasnya berdasarkan kutipan data dari Unicef dan Unand di file-file
lainnya di situs ini.
Secara budaya tak ada orang Minang yang mau disebut miskin, Rumah buruak
ja-an sampai tampak dek urang maliang, Mambuhua ja-an badungkua, Mauleh ja-an
mangasan, Paham ja-an sampai tajua, Budi ja-an sampai tagadai. Bukankah rumah buruak dalam bentuk bencana alam, kemiskinan, kekacauan
dsb. dijadikan lahan empuk untuk mengumpulkan dana/bantuan untuk dikorupsi
dengan mudah. Jaman sekarang ini, apapun yang disebut kemajuan (menurut
awam memiliki banyak $ /materi) tak akan bisa diraih apabila tanpa pendidikan
yang bermutu (sesuai dengan standar nasional ataupun internasional.)
Benchmark pembangunan untuk masyarakat yang berbudaya Minang, kalau bisa ambo
manyabuikkannyo ialah masyarakat nagari Koto Gadang (sebelum kemerdekaan) dan
beberapa nagari lainnya. Karena kota-kota besar kini tak lagi bersedia menerima pekerja informal (kaki limo), maka perantau dari kampuang haruslah memasuki bidang pekerjaan formal pula di negeri orang (bukan di kampuang sendiri!). Negara negara kaya di Arab, Australia, Eropa, USA, Canada masih sangat membutuhkan Tenaga Kerja Professional yang berkemampuan. Untuk itu perlu inovasi cara merantau baru yang cocok dengan budaya
Minangkabau (TKI minang). Meningkatkan PAD bukanlah urusan masyarakat untuk memikirkannya.
Ingat kasus wakil-wakil rakyat / DPRD periode yl. yang digaji dengan uang
PAD. Saya belum melihat empat masalah ini digarap dengan serius oleh Pemda, malahan Pemda beserta kelompok pers Sumbar (FWP) melakukan studi hendak meniru pelaksanaan penyelenggaraan pariwisata ke Singapur, Malaysia, Thailand. Saya sama sekali tidak mengatakan bidang-bidang pariwisata dan industri harus
dilarang dilaksanakan di kampuang. Biarlah pekerjaan semacam itu diserahkan saja kepada urang
panggaleh/swasta. Mana tahu nanti anda berkesempatan pula diajak gratis oleh Pemda ke Silicon Valley di CA atau ke Bangalore di Karnataka di mana perusahaan Infosys, Wipro, Aztechsoft mengangkat martabat India ke dalam pergaulan internasional atau ke laboratorium rekayasa genetika di mana domba Dolly direkayasa atau kembali ke Thailand tapi tidak ke Phuket (yang terkenal karena sex touristnya !) namun meninjau laboratorium pemulia bibit hewan dan tumbuhan di tempat lain. Mari kito tetap dengan kesadaran menjadi orang Minangkabau nan manggunokan raso jo pareso, raso dibao naiak (ka utak suok), pareso dibao turun (dari utak kida) sehingga kita tetap diberi petunjuknya dengan shirath al mustaqim.
HDI = Human Development Index = nan Ampek tolak ukur keberhasilan
pembangunan manusia (diciptakan oleh UNDP) yang meliputi: Nilai HDI dari setiap provinsi digambarkan oleh belah-ketupat
bergaris. Panjangnya garis yang dimiliki suatu provinsi menggambarkan jurang perbedaan si miskin dan si kaya. Pada saat ini index Sumbar dan Bali sama, tapi tak
serupa.
|
Situs komunitas nagari.org mulai dibangun th. 2002, 2003 BPNK, 2005-v2, 2007-v3. All Right Reserved, Contact and Info : info@nagari.or.id This site support for MSIE 5.5+, Flash 5+, JavaScript, 800 x 600 px |